Pengarang : Azi Satria
-- Bagian Satu --
Anak kecil bermata merah itu menatap kegelapan di sekitarnya. Sorot mata merahnya menyinari kegelapan abadi itu. Tangannya meraih sepucuk surat yang ditujukan padanya tadi pagi, sebelum kegelapan ini menyelimutinya.
Seolah matahari sudah bosan menyinari kumuhnya permukaan bumi. Anak itu berpikir apakah ia yang menyebabkan matahari pelit membagikan sinarnya untuk semesta.
Hari demi hari dilaluinya di dalam kegelapan. Perutnya sudah sangat lapar dan hampir saja ia sekarat karena tidak makan. Untung saja seekor tikus gemuk melintas di depannya. Untuk kemudian ia pegang dan diremasnya tubuh si tikus hingga isi perut hewan itu keluar didahului cericit kesakitannya.
Makan tikus. Anak itu tak pernah membayangkan rasa tikus sebelumnya. Apalagi mentah. Rasanya bak daging ayam panggang namun rasa amis daging itu membuatnya hampir muntah. Daging tikus itu sudah habis. Untuk cadangan, ia simpan kepala si tikus dan ekornya di saku baju.
-- Bagian Dua --
Bumi ini sudah usang, tampaknya lebih baik jika dipakaikan plester. Semakin mengkhawatirkan keadaan bumi ini. Namun, tak ada yang peduli. Go green hanyalah seruan seorang yang sekarat di tengah gurun pasir. Pemanasan global tidak menghiasi headline surat kabar, malah tak ada yang peduli, walau perlahan es mencair.
Sampai hari itu datang. Matahari enggan menampakkan sinarnya. Orang mengira cuaca akan hujan. Namun perkiraan mereka salah. Karena kegelapan semakin bertambah. Hingga para ulama mengatakan akan datang hari kiamat. Orang berlomba-lomba menyebarkan isu dan mengakui dirinya sebagai Isa.
Sudah tujuh hari berlalu. Tiada yang berubah. Tiba-tiba para ilmuwan di seluruh dunia terdiam dengan mulut menganga ketika mereka menyadari bahwa gravitasi berubah drastis. Para ilmuwan yang berada di stasiun luar angkasa semakin memperburuk keadaan. Mereka mengatakan jika atmosfer bumi sudah tiada.
Publik menganggap itu hanyalah lawakan. Tapi tidak setelah dua negara yakni Russia dan Papua Nugini tertimpa meteor yang ukurannya luar biasa besar. Bahkan bagian timur Irian Jaya terkena dampaknya hingga warga semakin takut.
Suasana semakin buruk ketika satelit Russia dan NASA jatuh dengan kecepatan tinggi hingga harus menghantam permukaan bumi dengan keadaan hancur berkeping-keping.
Oleh karena jatuhnya semua satelit dan perubahan gravitasi bumi, maka layanan komunikasi terpaksa harus ditutup. Internet sudah musnah, manusia semakin takut dan merasa hampir punah.
Berbagai pekerjaan sudah tiada. Mayoritas manusia menjadi pengangguran, bahkan kekurangan pangan membuat para manusia menjadi buas. Mereka sudah tidak tampak seperti manusia lagi. Mereka tampak seperti binatang. Mereka tak peduli pada sesama, yang mereka inginkan hanya makanan!
-- Bagian Tiga --
Anak itu melangkah di kegelapan. Ia meraba dinding, lalu berjalan perlahan dengan tangan tak lepas dari dinding. Dinding dingin yang seolah menyetujui protes matahari pada bumi ini.
Terdengar suara wanita. Suara ibunya. Dengan penuh kegirangan anak itu melompat riang ke pelukan ibunya.
-- Bagian Empat --
Jeritan manusia terdengar dimana-mana. Lalat-lalat bermata merah menyala menghampirinya. Binatang itu sudah beradaptasi dengan keadaan. Sehingga dimana ada darah, mereka menyerbu.
Tiba-tiba seorang ilmuwan menemukan suara keras dari Pasifik. Setelah diselidiki, suara itu terdengar seperti suara raungan. Lebih dari raungan. Suara pekik kematian.
Dalam dua hari, Pasifik telah terbelah. Ada sebuah lubang menganga yang membentang dari utara ke selatan yang membuat air laut masuk ke dalam sana. Hingga akhirnya oleh derasnya air yang masuk ke dalam lubang itu, bentuk bumi menjadi berubah. Pulau-pulau tertarik dan bergeser dari tempat asalnya.
Kini tak ada air. Tak ada lautan, semuanya tersedot ke dalam lubang di Pasifik. Bahkan Hawaii sudah hancur dan masuk ke dalam lubang itu.
-- Bagian Lima --
Lilin menyala di tengah meja bundar itu. Kegelapan sudah sirna dari pandangan si anak, tapi kegelapan sesungguhnya baru akan dimulai.
Dengan penuh rasa senang, si kakek mengelus leher cucunya. Sementara itu ibunya datang dengan pisau ditangan.
Jeritan keras menggema ketika pisau itu perlahan memotong pergelangan tangan si anak. Darah mengucur deras dari pergelangan tangannya, matanya yang merah beradu pandang dengan mata lapar sang ibu yang meleletkan lidah saat tebasan terakhirnya mampu membuat tangan si anak terpotong.
Dengan penuh rasa sayang, si kakek mengelus kepala cucunya, lalu mengobati tangan si anak dengan suntikan cairan penenang. Darah berhenti mengucur, walau rasanya tidak mungkin.
Anak itu memandang bagaimana ibu, ayah, dan kakeknya memotong daging segar itu dengan penuh rasa senang. Ibunya memotong jempol si anak, lalu memakannya dengan rakus.
-- Bagian Enam --
Setelah hampir empat puluh hari bumi dilanda kegelapan, kini matahari menampakkan kembali sinarnya dengan gagah perkasa. Permukaan bumi sungguh berbeda. Semua pulau menyatu, sementara itu tiada air dan tumbuhan, membuat permukaan bumi tak ubahnya seperti wajah Mars.
Mengerikan. Kata pertama ketika melihat tangan, kaki, dan kepala manusia ada di jalanan dengan keadaan busuk.
Manusia kembali beraktivitas. Tanpa air. Tanpa tumbuhan.
-- Bagian Terakhir --
Anak itu tersadar ketika cahaya matahari yang hangat menyadarkannya, keluarganya sudah tiada entah kemana, sementara itu belatung-belatung merayap di tangannya yang membusuk.
Manusia sudah lupa pada Tuhan mereka, pada kewajiban mereka, pada keluarga mereka. Seolah mereka hendak dijagal di neraka dunia.
-- - Dari Penulis - --
Sudahkah kita mencintai alam? Sudahkah kita menghemat air sebagaimana yang dianjurkan para aktivis Go Green? Sudahkah kita menjalankan kewajiban kita di dunia sebelum Tuhan menghentikan waktu kita di dunia?
- Tamat -